Kesalahan dalam menyebut Nama orang yang sudah meninggal dengan sebutan " Almarhum" bag. II

Posted By Tatik Uc on Wednesday, May 8, 2013 | 3:41 AM

Untuk memperjelas artikel yang kemaren tentang kesalahan dalam menyebut nama orang yang sudah meninggal dengan sebutan "Almarhum", yuk kita lihat pendapat Para Ulama kibar yang mana mereka lebih paham dan lebih banyak ilmunya dari kita, berikut adalah pendapat para Ulama Besar Ahlussunnah Waljama'ah mengenai Sebutan "Almarhum untuk orang yang telah meninggal dunia:
  1. Pendapat Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh bin Baz Rohimahulloh, “Dalam masalah ini kata-kata yang dibenarkan adalah  ghofarollohu lahu (semoga Alloh mengampuninya) atau rohimahulloh (semoga Alloh merahmatinya)' dan ucapan semisal itu bila dia (orang yang meninggal dunia tersebut) seorang Muslim. Kata al-maghfur lahu atau almarhum tidak boleh digunakan karena mengandung makna  bersaksi terhadap orang tertentu bahwa dia ahli surga, ahli neraka atau lainnya, kecuali orang yang memang sudah dipersaksikan oleh Alloh dengan hal itu dalam Kitab-Nya yang mulia atau orang yang telah dipersaksikan oleh RosulNya shollallohu 'alaihi wasallam. (Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Juz V, hal. 365-366)
  2. Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa (Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta’) di Kerajaan Saudi Arabia lewat fatwanya. saat Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyyah Wal Ifta’ ditanya :
    "Saya mendengar sebagian kalimat yang sering diucapkan oleh sebagian orang. Saya ingin mengetahui pandangan Islam terhadap kalimat ini? Misalnya, jika ada seseorang tertentu meninggal dunia, sebagian orang mengatakan “almarhum si fulan”. Jika orang yang meninggal itu memiliki kedudukan, mereka mengatakan “al maghfur lahu fulan”.
    Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyah Wal Ifta’ menjawab:
    "Kepastian ampunan atau rahmat Alloh kepada seseorang setelah orang itu meninggal dunia merupakan perkara ghaib; hanya diketahui oleh Alloh, kemudian maklhluk yang diberitahu oleh Alloh ‘Azza wa jalla , seperti para malaikatNya dan para nabiNya.
    Jadi pemberitaan orang lain, selain para malaikat atau para nabi tentang mayit bahwa ia sudah mendapatkan rahmat atau maghfirah, merupakan sesuatu yang tidak boleh. Kecuali (tentang) orang yang sudah dijelaskan nash dari nabi Sholallohu ‘alihi wa salam. (kalau berani berbicara) tanpa nash, berarti telah berlaku lancang atas sesuatu yang ghaib, padahal Alloh ‘Azza wa jalla berfirman : "Katakanlah :”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Alloh”(QS. An Naml :65), "(Dia adalah Robb) Yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada Rosul yang diridhoiNya.(QS. Jin :26-27)
    Namun (memang-pent) seorang muslim diharapkan mendapatkan maghfirah (ampunan), rahmat dan masuk syurga, sebagai karunia dan kasih sayang dari Alloh Subhanahu wata'ala. Dan dia dido’akan agar mendapatkan ampunan, sebagai ganti dari pemberitaan bahwa ia telah mendapatkan ampunan dan rahmat. Alloh Subhanahu wata'ala berfirman :"Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya.(QS An Nisa’ : 48)
    Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari:
    Dari Khorijah bin Zaid bin Tsabit bahwa Ummul Ala’ -seorang wanita yang pernah membaiat Nabi Sholallohu ‘alihi wa salam- memberitahuku, bahwa kaum muhajirin diundi (untuk menentukan siapa di kalangan Muhajirin yang ditempatkan di rumah siapa dari kalangan Anshar). Maka Utsman bin Madz’un terpilih buat kami, lalu kami ditempatkan di rumah kami. Lalu dia sakit yang menyebabkan meninggal. Ketika sudah meninggal, dimandikan, dan telah dikafani dengan kain-kainnya, Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa salam masuk. Lalu aku mengatakan, “Rahmat Alloh atasmu, wahai Abu Sa’ib (maksudnya Utsman bin Madz’un)Aku bersaksi bahwa Alloh sungguh telah memuliakanmu.” Mendengar ucapanku ini Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa salam bersabda , “Apa yang telah membuat Engkau mengetahui bahwa Alloh telah memuliakannya?” Aku mengatakan, “Demi bapakmu(ini bukan untuk bersumpah, pent), lalu siapa yang dimuliakan Alloh? Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa salam menjawab, “Karena dia telah meninggal dunia, maka demi Alloh, saya sungguh mengharapkan kebaikan baginya. Dan demi Alloh, saya tidak tahu padahal saya adalah Rosululloh apa yang akan Alloh lakukan pada diri saya! “Kemudian ummul ‘Ala mengatakan :”Demi Alloh, setelah itu seterusnya (kepada seorang pun) saya  tidak (lagi) memberi persaksian bahwa si fulan mendapatkan kebaikan setelah meninggalnya”. (HR. Bukhari)
    Dan mengenai ucapan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa salam ,"Dan demi Alloh. Saya tidak tahu-padahal saya adalah Rosululloh- apa yang akan Alloh lakukan pada diri saya". Ucapan ini beliau katakan sebelum Alloh menurunkan firmannya : " Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada kamu kemenangan yang nyata, supaya Alloh memberikan ampunan kepadamu terhadap dosa yang telah lalu dan akan datang.(QS Al Fath :1-2). Juga sebelum Alloh subhanahu wata'ala memberitahukan beliau Shollallohu ‘alaihi wa salam termasuk sebagai penghuni syurga. (Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts Al Ilmiyah Wal ifta’, 2/159-160).
    Adapun Pendapat berbeda berasal dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.
    Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya: Apa hukum ungkapan “Si fulan yang diampuni (al-maghfur lahu) atau “Si fulan yang dirahmati (almarhum)”?
    Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin:
    Sebagian orang mengingkari ungkapan-ungkapan ini dengan mengatakan bahwa kita tidak mengetahui apakah si mayit termasuk orang yang dirahmati dan diampuni atau bukan? Pengingkaran ini bisa benar jika orang yang berkata dengan ungkapan ini berkata dengan maksud mengabarkan bahwa si mayit telah dirahmati dan diampuni; karena kita tidak boleh mengabarkan bahwa si mayit telah dirahmati atau diampuni tanpa ilmu. Allah Ta’ala berfirman: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.(QS. Al Israa’: 36)
    Orang-orang yang berkata dengan ungkapan ini tidak bermaksud demikian. Orang-orang yang mengatakan almarhum atau almarhumah bermaksud berdoa kepada Alloh agar Alloh memberi rahmat. Karena itu kita berkata, “fulan rohimahulloh“, “fulan ghofarollohu lahu“. Ungkapan ini tidak ada perbedaan dengan “fulan almarhum” karena kalimat “fulan almarhum” dan “fulan rohimahulloh” keduanya kalimat khobariyah (pengkabaran). Berarti orang yang melarang penggunaan “almarhum” harus juga melarang “fulan rohimahulloh“.
    ‘Ala kulli hal, kami katakan tidak ada pengingkaran dalam ungkapan ini, karena kita bukan bermaksud memberi kabar melainkan meminta dan berharap kepada Allah. (Al-Manaahil Lafzhiyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin).
    “Bila gelar atau sebutan almarhum itu bukan sebagai jaminan atau pernyataan tapi menjadi suatu harapan dan doa agar mayit dirahmati Alloh, maka tidak ada perbedaan dari segi bahasa antara ‘rohimahulloh’ dengan ‘almarhum’ (kedua-duanya bisa bermakna doa), maka tidak boleh ada pengingkaran dalam kalimat semacam ini” (Diringkas dari Kutub wa Rasail Syaikh Ibnu Utsaimin 82/15-16, Liqa’ Al Bab Al Maftuh 11/28, Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin 3/85). (sumber: cafe-islamicculture.blogspot.com). 
    Dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa gelar atau sebutan ‘almarhum’ bila digunakan sebagai pemberitaan atau pernyataan maka hal ini dilarang karena rahmat dan ampunan Alloh subhanahu wata'ala merupakan hal ghaib, tidak ada yang mengetahui kecuali Alloh Azawajalla, kecuali orang-orang yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an atau hadits-hadits shohih bahwa mereka mendapat rahmat dan ampunanNya (seperti para Nabi dan shahabat-shahabatnya seperti Abu Bakar, Umar, dan sepuluh orang lain yang dijamin masuk surga serta banyak shohabat lainnya). 
    Dalam menghadapi pendapat diatas akan lebih baik jika kita mengambil sikap paling aman yaitu dengan merubah kata "Almarhum " yang sudah biasa dipakai sehari2 dengan kata " Rohimahulloh, atau Allohu yarhamuhu, atau yang sejenisnya yang mengandung Do'a, hal ini untuk mengindari kesalahan dalam memahaminya . Allohu A'lam


Blog, Updated at: 3:41 AM

15 komentar:

  1. Replies
    1. mas agus dan mbak ummu memang saling melengkapi deh

      Delete
    2. palagi ada mas zach..tambah lengkap tu menunya...he3 ^^..?!^^

      Delete
    3. nah tu..ada pelayan baru yg menawarkan pesanan...he3..bener disini lengkap bin komplite...

      Delete
  2. he3..biar jelas sob...terimakasih dah mampir..

    ReplyDelete
  3. rahimahullaah. ya saya latihan ngelancarin di lidah, biar terbiasa buat menyebut orang2 yang telah meninggal. siip pengetahuannya bagus banget Mbak Ummu ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. tapi dibandingkan Mas zach ga da apa2nyakan...masih harus banyak belajar biar pinter kaya mas zach...

      Delete
  4. kelas banget ni.., jd boleh klo sekedar doa aja maka tdk mengapa.., sama sprti kata rohimahulloh, fatwa syaikh utsaimin rohimahulloh *smile

    ReplyDelete
    Replies
    1. kelas nol kecil...terimakasih kunjungannya...^-^

      Delete
  5. kalau mau langsung berubah sich bisa saja, namun tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena penyebutan almarhum sudah jamak dilakukan di indonesia :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul sob tinggal kita nya lagi ingin berubah untuk siapa... perubahan menuju kebaikan itu sama dengan hijrah, barang siapa yang hijrahnya karena Alloh maka kebahagiaan yang akan ia daptkan..siapa yang tidak mau bahagia hayo....

      Delete
  6. wah, emang yg sering dipakai itu "almarhum" ya mbak..
    jadi salah dong selama ini...

    ReplyDelete
    Replies
    1. biar jelas dibaca lagi deh sob...karena diatas ada dua pendapat yg berbeda jadi perlu dibaca secara baik baik untuk bisa memahaminya...terimakasih kunjungannya...

      Delete

Tinggalkan jejak Anda dengan berkomentar yang baik untuk perkembangan blog ini agar menjadi lebih baik dan bermanfaat....
Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih

Blog Archive